Maka adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk
mengetahui ilmunya terlebih dahulu sebelum beramal, sebagaimana Imam Bukhari
telah menjadikan bab العام قبل القول والعمل “Ilmu sebelum berkata dan beramal”.
Berikut ini adalah adab-adab dalam bermajelis[1] :
1.
Mengucapkan
salam kepada ahli majelis jika ia hendak masuk dan duduk pada majelis tersebut,
hendaknya ia mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika ia hendak
meninggalkan majelis tersebut, ia harus meminta izin kepada ahli majelis lalu
mengucapkan salam.
2.
Tidak
menyuruh seseorang berdiri, pindah atau bergeser agar ia menempati tempat
duduknya, dan selayaknya bagi ahli majelis yang telah duduk dalam majelis
merenggangkan tempat duduknya, agar seseorang yang mendatangi majelis tadi
mendapatkan tempat duduk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah :
لا يقيمن أحدكم رجلا من
مجلسه ثم يجلس فيه, ولكن توسّغوا او تفسّحوا
“Janganlah
kalian menyuruh temannya bangkit dari tempat duduknya, akan tetapi hendaklah
kamu memperluasnya.” (Muttafaq ‘alaihi).
3.
Tidak
memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di tengah-tengahnya,
kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah r :
لا يحلّ لرجل أن يفرّق
بين إثنين إلا بإذنها
“Tidak
halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan memisahkan mereka
kecuali dengan izinnya.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi, hadits Hasan)
4.
Apabila
seseorang bangkit dari tempat duduknya meninggalkan majelis kemudian kembali
lagi, maka ia lebih berhak duduk di tempat yang ditinggalkannya tadi.
Sebagaimana dalam sabda Nabi r :
إذا قام احدكم من مجلس
ثم رجع إليه فهو أحقّ به
“Apabila
seseorang bangkit dari duduknya lalu ia kembali, maka ia lebih berhaq duduk di
tempatnya tadi.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi, hadits Hasan)
5.
Tidak
duduk di tengah-tengah halaqoh/majelis, dalilnya :
أنّ رسول الله صلّى
الله عليه و سلّم لعن من جلس في وسط الحلقة
6. Seseorang di dalam majelis hendaknya
memperhatikan adab-adab sebagai berikut :
-
Duduk dengan tenang dan sopan, tidak banyak bergerak dan
duduk pada tempatnya.
- Tidak menganyam jari, mempermainkan
jenggot atau cincinnya, banyak menguap, memasukkan tangan ke hidung, dan
sikap-sikap lainnya yang menunjukkan ketidakhormatan kepada majelis.
- Tidak terlalu banyak berbicara,
bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan yang sia-sia.
- Tidak berbicara dua orang saja dengan
berbisik-bisik tanpa melibatkan ahli majelis lainnya.
- Mendengarkan orang lain berbicara
hingga selesai dan tidak memotong pembicaraannya.
- Bicara yang perlu dan penting saja,
tanpa perlu berputar-putar dan berbasa-basi ke sana ke mari.
- Tidak berbicara dengan meremehkan dan
tidak menghormati ahli majelis lain, tidak merasa paling benar (ujub) dan
sombong ketika berbicara.
- Menjawab salam ketika seseorang masuk
ke majelis atau meninggalkan majelis.
- Tidak memandang ajnabiyah
(wanita bukan mahram), berbasa-basi dengannya, ataupun melanggar batas hubungan
lelaki dengan wanita muslimah bukan mahram, baik kholwat (berdua-duaan
antara laki-laki dan wanita bukan mahram) maupun ikhtilath (bercampur
baur antara laki-laki dan perempuan bukan mahram).
7. Disunnahkan membuka majelis dengan khutbatul
hajah sebagaimana lafadhnya dalam muqoddimah di awal risalah ini, dimana
Rasulullah r senantiasa membacanya setiap akan khuthbah, ceramah,
baik pada pernikahan, muhadharah (ceramah) ataupun pertemuan, dan sunnah inipun
dilanjutkan oleh sahabat-sahabat lainnya dan para as-Salaf Ash-sholeh[1].
8. Disunnahkan menutup majelis dengan
do’a kafaratul majelis. Lafadhnya adalah sebagai berikut :
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك (حديث صحيح رواه ترمذي)
Artinya
: “Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan
bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih). Diriwayatkan pula oleh
Turmudzi, ketika Nabi ditanya tentang do’a tersebut, beliau menjawab, untuk
melunturkan dosa selama di majelis.
[1]
Disarikan dari Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Al-Jaza'iri, hal.
139-141, Fashlu Tsamin (Bab VIII), fi Adabi Al-Julusi wa Al-Majlisi (Adab dalam
bermajlis).
[2]
Hadits dho’if dalam Dho’if Abu Dawud. Walaupun dha’if dan tak dapat digunakan
sebagai hujjah, namun hendaklah kita menghindarkan diri dari duduk di tengah
halaqoh, sebagai sikap berjaga-jaga dan berhati-hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari jalin silaturahim dengan
Berikan komentar anda untuk kemajuan Blog ini.